Dari pulau paling tanjung,
Asin garam telah ku rasakan,
Binar mata penuh dengan mimpi.
Sungguh, aku ingin menyapa pada bulan purnama mendatang.
Jarak terasa lepas dari genggaman,
selalu bertutur sapa dengan malam
Tapi, waktu selalu memintaku diam.
dikemarau ini, risau mulai kembali.
Kan ku bawa keluh kesah
Pada ribuan waktu yang hanyut bersama senja,
Bersama perahu kecil yang pernah kau kirimkan
Untuk berlayar mencari diri dalam diri.
Dan akan kupahami, jika perahumu telah berhenti
Di antara karang yang bersebunyi
di balik gelombang sunyi.
lautan tersamar dalam kabut,
Burung-burungpun tak henti beterbangan,
Seperti rinduku yang kulabuhkan.
Pada setiap sepi berserakan di lautan
Dengan riuh ikan-ikan.
Aku selalu ingin mendekap bulan,
Berlabuh pada sebuah kenangan,
Agar kerinduan ini tak terhalang badai
Dalam isak tanpa daya.
Jogja 2017
DEBURAN OMBAK ITU ADALAH KAMPUNG KU : SALAMA ELMIE
Dalam kekosongan, kampung itu
Selalu muncul dari balik jendela kamar
Dan aku sungguh tersesat
Lalu segalanya lenyap
Malam itu tak ada bukti pasti tak ada pula saksi sejati
Tenggelam karena di bawah arus
Tak ada riuh terompet kertas berebut keras
Gemuruh akan selalu bergelangak
Waktulah yang membuatku tersudut
Lautan terhampar darah mengalir pernah menjadi puisi
Kurindukan kampung kelahiran hingga angan-angan kulepaskan
Kubiarkan ombak-ombak menjerit
Kecupan demi kecupan jatuh
Aku benar-benar ingin pulang tapi diri ini ketakutan
Di sore yang merah baru saja tiba kembali
Jika boleh ku katakan, aku ingin sesekali bermimpi indah
Dengan meminjam mimpi karang
Membangun istana pasir mungil
Menemukan wajahnya di tepi pantai dengan tatapanya yang sayu
Berlayar membawa untuk menyampaikan pesan akhir tahun
Di kota ini sepi lebih berduri
Orang-orang semakin terpacu ke arah matahari
Beradu nasib, beradu mimpi dan orang-orang terus datang
Segala telah di bangun untuk diri sendiri
Sementara waktu telah membawaku pada keterasingan yang amat dalam
Dengan berdiri tegak menatap masa depan
Jogja 2017
PEREMPUAN BEROMBAK : SALAMA ELMIE
perempuan yang berjuang sendiri,
membenamkan diri di antara rerimbun pohon
dengan cinta yang terus menyala,
sejarah pilu tak terlupakan itu,
menggantung dan membekukan tubuh
sementara perjalanan ini masih panjang.
aku hanya perempuan yang berseteru dengan segala keiginan,
melangkah perlahan membawa keteduhan dari terik yang membakar,
walau terkadang nyawa seperti melayang
membawa melintasi masa lalu, masa sekarang, dan masa depan
meski lama aku tertatih untuk pertama kali merasakan hembusan angin
menuju asing, sunyi, dan sepi lalu bahagia
ketika langit tak lagi berawan tebal
perempuan tangguh yang pernah menahan bayang-bayang
menahan segala debur ombak,
menahan sakit, mengiris tangan sendiri
aku tak pernah lupa kota ini mengajarkan aku kepahitan dan kerinduan
lalu, menjadikan aku manusia
sampai diri paham
bahwa hidup di perantauan adalah perjuangan,
seperti mimpi sebelum hidup dalam kehidupan.
Jogja 2017
SAMPAN KENANGAN : SALAMA ELMIE
Disanalah senyum memintaku kembali.
Harapan pasir pantai dan lambaian sampan yang menyapa.
Dari kisah dulu ketika masih kecil.
Jejak-jejak langkah dan deburan ombak rindu.
Tahukah engkau, sampan itu untuk menjemput
Cinta yang tak pernah cukup.
Tak peduli ombak dan karang yang menerjang.
Mengantarkan buih-buih sepi,
kulihat kesabaran diwajahmu dan senyum yang sengaja kau simpan.
Bagaimana air mata ku bisa diam
Sementara aku tak pernah berjanji pada hujan.
Melihat wajahmu yang bercahaya
di atas sampan, ditepian ombakmu
akupun tak lelah menunggu.
tak pernah ku isyaratkan selain hanya mengerang dan mengerang
pada ribuan tanya dalam napasku,
yang mengukur jarak kenangan dari waktu ke waktu.
seandainya kau tak pernah menjadi puisi,
telah kututup pedihnya rindu
dari awal bulan yang selalu menyediakan hujan di luar rumah,
tempat kita menata hidup dalam kehidupan .
maka kembalilah dari setiap deburan ombak rindu,
agar kau tahu aku telah menunggu.
Jogja 2017
**Penulis kelahiran Kolpo, Sumenep, alumni Al-Huda Gapura Timur,. kini tinggal di Yogyakarta menjadi Mahasiswi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan pemikiran Islam UIN Sunan kalijaga Yogyakarta, belajar menulis sastra dan aktif di Komunitas Rudal Yogyakarta, juga bergiat di LPM HumaniusH UIN SuKa. Antologi puisi bersamanya “Sinopsis Pertemuan”(2012),“Menatap Sebuah Asa, hanya sebuah nyanyian parau bocah jalanan” (2013), “Gemuruh Ingatan, 8 tahun Lumpur Lapindo ”(2014), Jaket Kuning Sukirnanto (2014), “NUN” (2015), 175 penyair dari negeri Poci 6 “Negeri Laut” (2015), “Sajak Sang Penyair (2016)”, “Semesta Dua Musim” (2016) “10 Penyair Perempuan Madura: Perempuan Laut” (2016), Lubang Kata (2017) Sebagian puisinya tersiar di beberapa media cetak antara lain Indopost, Radar Surabaya, sinar harapan dan juga di Medan bisnis”medan” .
Elmiesalama3@gmail.com / Salama.elmie@yahoo.com
Hp : 082337375863
0 komentar
Posting Komentar