Senin, 28 November 2016

Antologi Puisi Salama Elmie: Semesta Dua Musim

Inginku, Titip Rindu Dimusim Kemarau

Dikota ini
Untuk sekedar menyatu dengan alam
Oleh waktu, klakson kendaraan,
Serta teriakan manusia
Diperlukan mental menghadapi kehidupan dalam hidup
Tak sekalipun semesta menawarkan goyah


Sementara dipersimpangan jalan-jalan
Kemarau telah tertidur dikota ini
Dan lupa untuk bangun
Akupun takut jiwanya telah pergi
Mungkinkah ini jalan kematiannya
Sementara telah aku bawa rahasia
Tentang cinta kasih
Untuk kutitipkan

Tapi angin terlalu angkuh mengagah
Padahal inginku, titip rindu
kemarau
Kau senang menarik-narik kenangan yang tercipta dari luka
Dan kau mengulurkan seperti memberi harapan
Barangkali Tuhan sedang ingin

Dan malam menjadi teramat-amat
Memulangkan kembali rindu pada kesepiannya
Sementara didada dan dibiru mata
Menahan langkah agar diri membangun ingatan
Sebab manusia hanya sebatas ilusi dari semesta

Jogja 2015

Sajak Belukar

Ku pasang sepasang mata dari getar langkah para peraih waktu
ku panjangkan jalan-jalan supaya kau masuki dari pintu ke pintu
dan kau tak lagi pura-pura keliru
Supaya kau tahu tentang semesta itu

Dari dua tangkup tangan
Yang tak tersentuh
Ia bawa serta ingatan
Berlalu lalang dengan doa
Seperti cahaya yang menyala
Menjalar memasuki rahasia

Aku mendengar sebuah suara
Dalam dingin sang waktu
Yang datang dari lipatan awan
Melintang dari ujung mata pisau
Mengajari aku tentang hidup

seperti sungai yang mengalir dari air yang dalam
mengenang dan mengalir tenang
sementara rahasia tak hanya dapat dibaca dengan satu kata

Jogja 2015

Sketsa Gelandangan

Dalam remang trotoar dan aspal jalan
Kau pulaskan tidurmu

Dihantam angin, suara klakson mobil ataupun motor pula polusi
Yang setiap malam kau mengenyamnya
Lalu kau mengalirkan aksara hati
Aku tak bisa meraih jiwamu
Sebab kau terlalu indah menghiasi malam
Meski esok hari kau tak mengerti
Kau akan merengkuh mimpi seperti apa

Ini perihal surat kabar yang membaca pesanmu
Yang kuselipkan dalam setiap kata
Lalu tertata menjadi kalimat yang terbaca
Yang mungkin lebih lihai dari keberadaanmu

“mana mungkin aku bercerita tentanng manusia lainnya
Yang hidup dengan nyaman
Sementara menyelami diri sendiri saja tak cukup
berabad-abadpun tak cukup”, katamu.

Akupun tersadar, katamu memang benar
Bahwa kau lebih sempurnah memaknai hidup

Ini sedikit ungkapkku
Untuk tersadar dari kenyaman duniawi

Jogja 2015

0 komentar